Suhardin mempertanyakan kenapa ada daerah lain seperti Kota Mataram, KLU, Kabupaten Sumbawa dan lain-lain bisa dibayarkan oleh pemerintah daerah. "Berarti ada proses yang salah, dan pasti sudah terjadi maltafsir terhadap regulasi yang terkait dengan THR dan Gaji 13 tersebut", lanjut mantan wartawan senior ini.
Mantan Wakil Ketua KNPI Kota Bima dua Periode ini menjelaskan, seharusnya Dinas Dikpora Kota Bima duduk bersama dengan jajaran Kemenag dan Inspektorat serta BPKAD Kota Bima pada saat menyusun data dan mengusulkan data penerima THR dan Gaji 13 tersebut ke pusat. Karena prinsipnya Kemenkeu akan membayar atau mentransfer dana sesuai data usulan dari daerah, yang penting datanya valid dan sudah diversifikasi oleh Inspektorat. "Problemnya adalah data teman-teman guru PAI tidak diusulkan oleh Dinas Dikpora dan diserahkan kepada Kemenag Kota Bima, namun ternyata dana untuk THR dan gaji ke 13 itu tidak tersedia dalam nomenklatur anggaran Kemenag", lanjut Suhardin.
Ketua PGRI yang selalu getol memperjuangkan nasib guru-guru ini menegaskan kembali agar Pemerintah Kota Bima segera Menindaklanjuti tuntutan teman-teman guru PAI ini dengan segera berkoordinasi dan menemui Kemenkeu atau Pemerintah pusat guna mencari solusi terbaik.
Ketika ditanya terkait rencana guru PAI yang akan melakukan aksi demo dan mogok mengajar jika tuntutan untuk membayar THR dan gaji 13 tersebut tidak direalisasikan oleh Pemkot Kota Bima, alumni Makassar ini menjawab dengan santai. "Aksi demo merupakan salah satu cara menyampaikan aspirasi ketika cara-cara dialogis tidak membuahkan hasil. Itu konstitusional Mas," pungkasnya.(01@rj)
No comments